Wig sudah banyak sekali mewarnai perjalanan hidup manusia. Rambut
palsu ini telah banyak digunakan untuk berbagai kepentingan. Seperti
rambut asli yang berperan sebagai mahkota, wig juga menjadi bagian yang
sangat penting dalam membentuk penampilan manusia. Karena itu, wig
digunakan secara luas.
Saat ini bahkan ada kegunaan lain dari wig, yakni penutup aurat. Bagi
umat Muslimat, rambut adalah aurat yang harus ditutup. Karen itu
sebagian mereka mengenakan kerudung atau jilbab untuk menutup rambutnya.
Beberapa negara rupanya kurang nyaman dengan penggunaan kerudung atau
jilbab ini dan melarangnya.
Supaya tidak terkena larangan dan tetap bisa menutup aurat, sebagian
Muslimat menggunakan wig sebagai penutup jilbabnya. Jadi, mereka tetap
mengenakan jilbab untuk menutup rambutnya. Kemudian, jilbab itu mereka
tutupi dengan wig supaya tidak melanggar larangan.
Berdasar artefak dan gambar-gambar di dinding gua, terlihat bahwa wig
mulai dikenakan sejak zaman mesir kuno. Di zaman itu, wig tidak hanya
dikenakan untuk menjaga penampilan, tapi juga untuk menunjukkan kelas
sosial yang mengenakannya. Makin tinggi status sosialnya, maka makin
mahal pula wig yang dikenakannya.
Wig yang berharga mahal terbuat dari rambut asli manusia. Perempuan
kelas bangsawan di Mesir Kuno paling suka mengenakan wig yang terbuat
dari rambut panjang dan terbelah menjadi tiga, atau kerap disebut
goddress.
Selain jadi simbol status sosial, saat itu wig juga punya fungsi
spiritual. Masyarakat Mesir Kuno meyakini bahwa wig juga akan menjadi
penghias kehidupan di alam setelah kematian. Mereka pun rela
menghabiskan banyak waktu untuk merawat wig dengan minyak nabati maupun
hewani. Saat pemiliknya meninggal, wignya juga ikut dikubur.
Masyarakat yang hidup di era Yunani Kuno juga sudah mengenakan wig.
Situs randomhistory.com mengisahkan bahwa Kaisar Hanibal yang hidup pada
247 tahun hingga 183 tahun sebelum Masehi punya dua jenis wig. Satu
jenis wig untuk memperbaiki penampilannya, dan satu lagi wig untuk
mengkamuflase penampilan dalam suasana perang.
Dalam perjalanan sejarah, wig pun mengalami pasang surut. Setelah
memiliki fungsi sebagai pembeda status sosial dan pemenuhan kebutuhan
spiritual, di Abad Pertengahan Eropa, wig justru mengalami masa surut.
Saat itu, kebanyakan kaum wanita yang menikah menutup rambutnya. Saat
itulah wig menjadi kurang populer.
Seiring dengan itu, pihak gereja juga tidak menyukai keberadaan wig.
Saat itu wig dianggap sebagai simbol setan. Di abad ke-15 kaum pria
mulai kembali mengenakan wig untuk menutupi kebotakannya saat memasuki
usia senja. Di tahun 1450 wig juga banyak digunakan untuk menutup kepala
yang ditumbuhi kutil atau bisul.
Memasuki akhir abad ke-16, wig kembali naik daun. Hal ini ditandai
dengan kesediaan Ratu Elizabeth untuk mengenakan wig dalam menjaga
penampilannya. Pada sekitar tahun 1558, kaum perempuan Eropa mulai
kembali gemar mengenakan wig. Posisi wig pun kembali menjadi penting,
yakni sebagai bagian yang tak terpisahkan dari busana kaum wanita.
Perkembangan wig pun semakin positif. Memasuki abad ke-20 wig kembali
dipopulerkan dalam peragaan busana bertajuk Paris Fashion Show. Saat
itu, penata rambut Carita mendesain wig untuk model terkemuka Givenchy
yang tampil dalam peragaan tersebut. Kemudian majalah Life menuliskan
kisah wig secara panjang lebar.
sumber :
http://dewimarlaina.blogspot.com